ISLAM sudah mengatur segala sesuatu di dunia ini dengan takaran yang
pas. Termasuk juga soal hubungan suami istri. Dalam Islam, hubungan yang
sangat pribadi bisa menjadi perbuatan wajib, sunnah, mubah, maupun
haram. Ketika bagaimana?
Menjadi wajib apabila seorang suami atau istri sedang mengalami
kondisi menginginkan yang memuncak. Dikhawatirkan padanya kalau tidak
melakukan hubungan seksual dengan pasangan halalnya akan jatuh pada
perbuatan maksiat / zina. Maka ketika suami mengajak istrinya
berhubungan, istri diharuskan memenuhinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا
الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu
istri tidak mendatanginya, hingga dia (suaminya –ed) bermalam dalam
keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga pagi tiba.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Seharusnya yang dialkukan istri adalah memenuhi ajakan suaminya ketika dirinya diajak berhubungan suami istri.
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ ، وَإِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّورِ
“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya untuk menyalurkan hajatnya,
maka hendaklah ia mendatangi suaminya, meskipun dia sedang berada di
tungku perapian.” (HR. Ibnu Syaibah, at-Tirmidzi, ath-Thabarani dan
berkata at-Tirmidzi Hadits Hasan Gharib, dan dishahihkan Ibnu Hibban no
4165)
Berkata al-Imam Syaukani rahimahullah, tentang hadits diatas: “Kalau
dalam keadaan seperti itu saja tidak boleh seorang istri menyelisihi
suami, tidak boleh tidak memenuhi ajakan suami sedangkan dia dalam
keadaan seperti itu, maka bagaimana dibolehkan untuk menyelisihi suami
selain dari kondisi itu.” (Silahkan Lihat Nailul Authaar:269/231)
Menjadi Sunnah secara umum ketika rutin melalukan diniatkan mencapai beberapa tujuan utama dari dari berhubunga antara lain:
1. Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah
2. Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus
3. Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga
4. Menundukkan pandangan, menahan nafsu,
5. menguatkan jiwa dan agar tidak berbuat serong bagi kedua pasangan
Dihukumi makruh ketika melakukan hubungan seksual di dalam kamar
mandi. Makruh juga hukumnya menceritakan detail proses hubungan intim
yang dilakukan suami istri kepada orang lain tanpa kepentingan yang
besar di dalamnya.
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:”Dan dalam hadits ini (”Sesungguhnya
yang termasuk manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari
kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya lalau dia
menceritakan rahasianya (jima’ tersebut)”(HR Muslim) )ada pengharaman
bagi seorang laki-laki menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia
dengan istrinya berupa jima’, dan menceritakan secara detail hal itu dan
apa yang terjadi dengan perempuan pada kejadian itu (jima’) berupa
ucapan (desahan) maupun perbuatan dan yang lainnya. Adapun sekedar
menyebutkan kata jima’, apabila tidak ada faidah dan keperluan di
dalamnya maka hal itu makruh karena bertentangan dengan muru’ah
(kehormatan diri)
Menjadi haram atau berdosa ketika istri sedang haid, suami memaksa
melakukan hubungan. Atau ketika istri sedang nifas termasuk melakukan
hubungan seksual di dubur (anal seks).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan
haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan
hadits-hadits yang shahih” (Al Majmu’, 2: 359). Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana
wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al
Fatawa, 21: 624)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di
duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu
Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy
Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid,
maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.” []
Referensi: http://www.walimah.info/pasutri/apa-hukumnya-dalam-islam-suami-istri-berhubungan-intim/